free page hit counter

Soekarno dan Perannya Dalam Perdamaian Dunia

MANADO (DUTA DAMAI SULUT) – Sobat Damai pasti sudah tahu dengan sosok Ir. Soekarno, Pahlawan Nasional Indonesia yang merupakan bapak proklamator Indonesia.

Tahukah sobat damai, tepat 122 tahun yang lalu seorang bayi yang kelak perjuangan dan jasanya untuk bumi pertiwi yang begitu besar dilahirkan. Tepatnya 6 Juni 1901 di Surabaya, Jawa Timur.

Dalam rangka memperingati hari lahirnya Bung Karno, yuk Sobat Damai kita kilas balik lagi perjuangan beliau khususnya dalam memperjuangkan perdamaian dunia.

Ir. Soekarno adalah Presiden pertama Republik Indonesia serta seorang pemimpin yang sangat peduli dengan perdamaian dunia.

Lelaki yang kerap disapa bung Karno ini, menyandang julukan Putra Sang Fajar. Hal itu dikarenakan kelahirannya yang bersamaan dengan menyingsingnya matahari pagi.

Ia percaya bahwa perdamaian dunia adalah kunci untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Sebagai seorang pemimpin, bung Karno sering kali mengambil inisiatif untuk mempromosikan perdamaian dunia.

Dirinya jug aktif membawa Indonesia dalam sejumlah organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Gerakan Non-Blok, dimana tujuannya yaitu untuk memperjuangkan perdamaian dan keadilan di dunia.

Pada tahun 1955, Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia-Afrika yang dilaksanakan di Kota Bandung.

Konferensi ini dihadiri para pemimpin dari negara-negara Asia dan Afrika yang baru merdeka, dimana lewat konferensi ini menjadi tonggak penting dalam gerakan anti-kolonialisame dan anti-imperialisme di dunia.

Selama konferensi tersebut, bung Karno menekankan pentingnya perdamaian dunia dan mengajak para peserta untuk bekerja sama dalam memperjuangkan perdamaian dan keadilan di dunia.

Soekarno juga menyerukan untuk menghentikan perlombaan senjata melainkan memperkuat kerja sama ekonomi antar negara. Ir. Soekarno juga berperan dalam mengenalkan Pancasila di dunia internasional.

Di depan Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke XV pada tahun 1960 di New York, Amerika Serikat, dirinya mengemukakan konsep Pancasila yang merupakan intisari dari peradaban Indonesia.

Presiden Soekarno berpidato sekira 2 jam dengan judul pidato To Build The World A New (Membangun Dunia Baru).

Dikutip dari https://news.okezone.com/read/2020/06/01/18/2222739/penggalan-pidato-presiden-soekarno-mengenalkan-pancasila-di-sidang-majelis-pbb berikut merupakan penggalan pidato Presiden Soekarno dalam sidang tersebut: Sesuatu” itu kami namakan “Panca Sila”. Ya, “Panca Sila” atau Lima Sendi Negara kami.

Apakah Lima Sendi itu? la sangat sederhana: pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, kedua Nasionalisme, ketiga Internasionalisme, keempat Demokrasi dan kelima Keadilan Sosial. Perkenankanlah saya sakarang menguraikan sekedarnya tentang kelima pokok itu.

Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Bangsa saya meliputi orang-orang yang menganut berbagai macam agama. Ada yang Islam, ada yang Kristen ada yang Budha dan ada yang tidak menganut sesuatu agama.

Meskipun demikian untuk delapan puluh lima persen dari sembilan puluh dua juta rakyat kami, bangsa Indonesia terdiri dari para pengikut Islam.

Berpangkal pada kenyataan ini, dan mengingat akan berbeda-beda tetapi bersatunya bangsa kami, kami menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai yang paling utama dalam falsafah hidup kami.

Bahkan mereka yang tidak percaya kepada Tuhanpun, karena toleransinya yang menjadi pembawaan, mengakui bahwa kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa merupakan karakteristik dari bangsanya, sehingga mereka menerima Sila pertama ini.

Kemudian sebagai nomor dua ialah Nasionalisme. Kekuatan yang membakar dari nasionalisme dan hasrat akan kemerdekaan mempertahankan hidup kami dan memberi kekuatan kepada kami sepanjang kegelapan penjajahan yang lama, dan selama berkobarnya pejuangan kemerdekaan.

Dewasa ini kekuatan yang membakar itu masih tetap menyala-nyala di dada kami dan tetap memberi kekuatan hidup kepada kami! Akan tetapi nasionalisme kami sekali-kali bukanlah Chauvinisme.

Kami sekali-kali tidak menganggap diri kami lebih unggul dari bangsa-bangsa lain. Kami sekali-kali tidak pula berusaha untuk memaksakan kehendak kami kepada bangsa-bangsa lain.

Saya mengetahui benar-benar bahwa istilah “nasionalisme” dicurigai, bahkan tidak dïpercayai di negara-negara Barat. Hal ini disebabkan karena Barat telah memperkosa dan memutar balikan nasionalisme.

Padahal nasionalisme yang sejati masih tetap berkobar-kobar di negara-negara Barat. Jika tidak demikian, Barat tidak akan menantang dengan senjata chauvinisme Hitler yang agresif.

Tidakkah nasionalisme? sebutlah jika mau, patriotisme, mempertahankan kelangsungan hidup semua bangsa? Siapa yang berani menyangkal bangsa, yang melahirkan dia? Siapa yang berani berpaling dari bangsa, yang menjadikan dia?

Nasionalisme adalah mesin besar yang menggerakkan dan mengawasi semua kegiatan internasional kita; nasionalisme adalah sumber besar dan inspirasi agung dari kemerdekaan.

Nasionalisme kami di Asia dan Afrika tidaklah sama dengan yang terdapat pada sistem Negara-negara Barat.

Di Barat, nasionalisme berkembang sebagai kekuatan agresif yang mencari ekspansi serta keuntungan bagi ekonomi nasionalnya. Nasionalisme di Barat adalah kakek dari imperialisme, yang bapaknya adalah Kapitalisme.

Di Asia dan Afrika dan saya kira juga di Amerika Latin, nasionalisme adalah gerakan pembebasan, suatu gerakan protes terhadap imperialisme dan kolonialisme, dan suatu jawaban terhadap penindasan nasionalisme-chauvinis yang bersumber di Eropa.

Nasionalisme Asia dan Afrika serta Nasionalisme Amerika Latin tidak dapat ditinjau tanpa memperhatikan inti sosialnya.

Di Indonesia kami menganggap inti sosial itu sebagai pendorong untuk mencapai keadilan dan kemakmuran. Bukankah itu tujuan yang baik yang dapat diterima oleh semua orang?

Saya tidak berbicara hanya tentang kami sendiri di Indonesia, juga tidak hanya tentang saudara-saudara saya di Asia dan Afrika serta Amerika Latin. Saya berbicara tentang seluruh dunia.

Masyarakat adil dan makmur merupakan cita-cita dan tujuan semua orang. Mahatma Gandhi pernah berkata: “Saya seorang nasionalis, akan tetapi nasionalisme saya adalah perikemanusiaan”.

Kami pun berkata demikian. Kami nasionalis, kami cinta kepada bangsa kami dan kepada semua bangsa.

Kami nasionalis karena kami percaya bahwa semua bangsa adalah sangat penting bagi dunia di masa sekarang ini, dan kami tetap demikian, sejauh mata dapat memandang ke masa depan.

Karena kami nasionalis, maka kami mendukung dan menganjurkan nasionalisme dimana saja kami jumpainya. Sila ketiga kami adalah Internasionalisme.

Antara Nasionalisme dan Internasionalisme tidak ada perselisihan atau pertentangan. Memang benar, bahwa internasionalisme tidak akan dapat tumbuh dan berkembang selain diatas tanah yang subur dari nasionalisme.

Bukankah Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa itu merupakan bukti yang nyata dari hal ini? Dahulu ada Liga Bangsa-Bangsa. Kini ada Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Nama-nama itu sendiri menunjukan bahwa bangsa-bangsa mengingini dan membutuhkan suatu badan internasional, dimana setiap bangsa mempunyai kedudukan yang sederajat.

Internasionalisme sama sekali bukan kosmopolitanisme, yang merupakan penyangkalan terhadap nasionalisme, yang anti-nasional dan memang bertentangan dengan kenyataan.

Sila keempat adalah Demokrasi. Demokrasi bukanlah monopoli atau penemuan dari aturan sosial Barat.

Lebih tegas, demokrasi tampaknya merupakan keadilan asli dari manusia, meskipun diubah untuk disesuaikan dengan kondisi-kondisi sosial yang khusus.

Selama beribu-ribu tahun dari peradaban Indonesia, kami telah mengembangkan bentuk-bentuk demokrasi Indonesia.

Kami percaya bahwa bentuk-bentuk ini mempunyai pertalian dan arti internasional. Ini adalah soal saya bicarakan kemudian.

Akhirnya, Sila yang penghabisan dan yang terutama ialah Keadilan Sosial. Pada Keadilan Sosial ini kami rangkaikan kemakmuran sosial, karena kami menganggap kedua hal ini tidak dapat dipisah-pisahkan.

Benar, hanya suatu masyarakat yang makmur dapat merupakan masyarakat yang adil, meskipun kemakmuran itu sendiri bisa bersemayam dalam ketidakadilan sosial.

Demikianlah Panca Sila kami. Ketuhanan Yang Maha Esa, Nasionalisme, Internasionalisme, Demokrasi dan Keadilan Sosial.

Tidaklah termasuk tugas saya hari ini untuk menguraikan bagaimana kami berusaha, dalam kehidupan dan urusan nasional kami, menggunakan dan melaksanakan Panca Sila.

Jika saya menguraikan hal ini, maka ini akan mengganggu keramah-tamahan badan internasional ini.

Akan tetapi saya sungguh-sungguh percaya bahwa Panca Sila mengandung lebih banyak daripada arti nasional saja. Panca Sila mempunyai arti universal dan dapat digunakan secara internasional.

Nah Sobat Damai, itulah beberapa contoh dari sekian banyak peran Ir. Soekarno dalam memperjuangkan perdamaian dunia.

Meskipun Soekarno telah meninggal dunia, warisan dan semangatnya untuk memperjuangkan perdamaian dunia masih terus hidup dan dihargai oleh banyak orang di seluruh dunia hingga kini. “Nasib dunia, dunia kita, tidak akan ditentukan tanpa kita.

Nasib itu akan ditentukan dengan keikut-serta dan kerjasama kita. Keputusan-keputusan yang penting bagi perdamaian dan masa-depan dunia dapat ditentukan di sini dan sekarang ini juga”.- Ir. Soekarno

Penulis: Jovan Brando

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *