free page hit counter

Pilihan Cerdas dengan Mengkritik tanpa Ujaran Kebencian

Bryan Korua

Tahukah kamu kalau Indonesia merupakan negara demokrasi? Yang artinya bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. 

Menurut Abraham Lincoln, “demokrasi yaitu suatu sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.” Itu berarti segala sistem pemerintahan yang berlaku disuatu negara yang menerapkan demokrasi harus berpusat pada rakyat.

Demokrasi di Indonesia sangat melekat dengan karakteristik Pancasila sebagai fondasi dalam berdemokrasi salah satunya, kebebasan dalam mengemukakan pendapat yang tentu tujuannya untuk kebaikan bangsa ini. 

Dikutip situs Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, disebutkan ”Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia”. 

Kutipan di atas menunjukkan kita sebagai rakyat Indonesia berhak atas mengemukakan pendapat demi kemajuan bangsa dan hak tersebut dilindungi oleh undang-undang. 

Lebih lanjut pada pasal 23 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia berbunyi: “Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara”.

Dapat disimpulkan bahwa sebagai rakyat Indonesia kita bebas mengemukakan pendapat termasuk kritikan demi kemajuan bangsa ini dengan tetap memperhatikan nilai-nilai Pancasila atau dengan Bahasa yang lebih sederhana adalah menyampaikan kritik dengan tegas namun sopan.

Hal ini sejalan juga dengan pernyataan Presiden Jokowi dalam pidato sambutannya pada kegiatan laporan tahunan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) “Maka, semua pihak yang menjadi bagian dari proses untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik. Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan atau potensi maladministrasi,” ujar Jokowi yang dikutip dari saluran YouTube ORI pada Selasa (9/2/2021).

Pernyataan tersebut adalah kabar gembira yang perlu kita sambut dengan suka cita. Hal itu membuktikan bahwa Presiden Jokowi, sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang terpilih secara demokratis melalui pemilu demokratis punya komitmen besar pada demokrasi Indonesia.

Hal ini harus dimanfaatkan kita sebagai rakyat yang peduli akan bangsa ini. Sebab, inti dari demokrasi adalah memberikan kebebasan kepada siapa pun untuk memajukan bangs aini. Salah satunya, melalui kritik yang tentunya membangun

Namun, di era digital yang semakin berkembang pesat ini, kebebasan berpendapat malah menjadi kebablasan hingga mengarah ke ujaran kebencian. 

Karena kemudahan akses digital masyarakat menyalahgunakan kesempatan ini untuk hal yang tidak relevan seperti menghina pemerintahan yang seharusnya dibangun dengan kritik yang baik.

Sampai disini seharusnya kita harus sadar apa yang baik bagi bangsa ini, bedakan mana yang kritik dengan mana yang ujaran kebencian. Sebab akan ada akibat dari tindakan yang kita lakukan.

Misalnya kita mengkritik pemerintah sesuai prosedur yang berlandaskan fakta dan apabila didengar tentunya akan sangat berguna bukan? Dibandingkan kita menyebarkan ujaran kebencian yang tidak akan membangun apapun malahan menjatuhkan kita ke pelanggaran hukum. 

Karena dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik  tepatnya pada Pasal 45A ayat (2) UU 19/2016, yang berbunyi: “Setiap Orang yang sengaja dan tanpa hak informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan / atau kelompok masyarakat tertentu atas dasar suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan / atau denda paling banyak Rp 1 miliar”.

Pilihan ada pada diri kita sendiri, mengkritik untuk kebaikan atau menyebarkan ujaran kebencian. Semua hal tersebut pasti memiliki dampaknya masing-masing, untuk itu cerdaslah dalam menentukan pilihan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *