free page hit counter

Sisi Psikologi dari Intoleransi: Sifat Bawaan atau Pembelajaran dari Lingkungan?

Earlene Benedicta G.S. Rudengan

#Salamdamai pemuda Indonesia! Kasus intoleransi sepertinya sudah sering kita dengar bukan? Apalagi masyarakat Indonesia terdiri dari beragam suku, ras, serta agama yang menyebabkan timbulnya beragam perbedaan. Dilansir dari Tirto.id (2020) ​Direktur Riset SETARA Institue Halili Hasan mengatakan telah terjadi pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) sejak 2019 hingga 2020. Jumlah kasus tersebut sangatlah memprihatinkan dan faktanya, masih banyak jenis intoleransi lainnya selain KBB. Lalu, bagaimana sih sudut pandang psikologi terhadap intoleransi dan apa yang menyebabkan manusia melakukan intoleransi? Yuk kita simak!
Pengertian dari intoleransi sendiri merupakan suatu ketidakmampuan atau ketidakmauan untuk bertoleran, muncul karena kita tidak bisa atau tidak mau menerima dan menghargai perbedaan. Selama ini, telah muncul banyak pertanyaan apakah intoleransi muncul karena bawaan sifat orangtua, atau karena dipengaruhi dan dipelajari dari lingkungan? Dijawab dari sisi psikologi, menurut Ramos, dkk (2020) sikap intoleran sebenarnya muncul akibat kombinasi sifat bawaan (genetika) dan pembelajaran dari lingkungan. Faktor genetika memberikan manusia potensi dalam diri untuk melakukan intoleransi. Namun, tidak dipungkiri bahwa faktor lingkungan juga sebenarnya memainkan peranan dalam membentuk perilaku tiap individu, termasuk perilaku intoleransi.
Penjelasan tersebut membuat kita yakin bahwa walaupun seseorang memiliki sifat bawaan yang intoleran, sifat tersebut masih dapat kita atasi dengan cara memberikan pembelajaran dari lingkungannya untuk meningkatkan sifat toleransi. Oleh karena itu, penting sekali untuk menanamkan nilai-nilai toleransi sejak dini terhadap anak kecil melalui pendidikan sehingga Indonesia perlu menciptakan kurikulum pembelajaran tentang penanaman toleransi baik secara teoritis maupun prakteknya Zulyadain (2018). Jika berbicara tentang pendidikan, pihak yang terlibat bukan hanya guru melainkan juga dari orang tua, pemerintah, tenaga pendidik lainnya, dan tentunya lingkungan sekitar yang sering berinteraksi dengan anak-anak termasuk diri kita sendiri Rusman (2017:​ ​9)​.
Penulis yakin masih banyak orang-orang baik di luar sana yang ingin membantu meningkatkan toleransi di Indonesia dan mengajak kalian untuk mengambil bagian menjadi penegak toleransi, terutama dalam pendidikan anak-anak penerus bangsa Indonesia. Ingatlah bahwa semua hal-hal besar dimulai dari hal-hal kecil yang dilakukan dengan kesungguhan yang besar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *